BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pleura adalah membran tipis yang
terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua
lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan
cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkealis, serabut saraf dan pembuluh
limfe secara histologis kedua lapisan ini terdiri atas sel mesotelial, jaringan
ikat, pembuluh kapiler dan pembuluh getah bening.
Pleura sering kali mengalami
kelainan patogenesis seperti terjadinya efusi cairan misalnya hidrotoraks dan
pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura berisi
darah, kilotoraks(cairan limfe), piotoraks atau empiema torasis bila berisi
nanah dan pneumotorak bila berisi darah. Penyebab kelainan patologi pleura bermacam-macam
terutama karena infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan dan
trauma (Suyono Slamet, 2001)
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini
untuk memenuhi tugas kelompok dan menyelesaikan pembahasan tentang efusi pleura
sesuai dengan silabus mata kuliah sistem respirasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Efusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura merupakan salah satu
kelainan yang mengganggu sitem pernafasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis
suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu
penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan
di rongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya (Muttaqin Arif, 2008)
2.2 Anatomi
Dan Fisiologi
Dari segi anatomis, permukaan rongga
pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu
rongga ke rongga lainya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga
kosong diantara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc
cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur.
Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup
untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga
pleura ke mediatinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura
parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh
pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga
pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Guyton dan Hall, 1997)
2.3 Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang
terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi
(Muttaqin Arif, 2008)
1.
Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom
vena kava superior, tumor, dan sindrom meigs.
2.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark
paru, radiasi, dan penyakit kolagen.
3.
Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, dan tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk,
efusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai
kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral
ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites,
infark paru, lupus eritamatosus sistemis, tumor dan tuberkulosis.
2.4 Patofisiologi
Normalnya hanya terdapat 10-20 ml
cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya
tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura
dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan
jantung) dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi atelektasis paru
(Alsagaf, 1995 dalam Muttaqin Arif, 2008)
Efusi pleura berarti terjadi
penumpukan sejumlah besar caairan bebas dan kavum pleura. Kemungkinan prose
akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi
(Guyton dan Hall, 1997):
1.
Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura .
2.
Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekana
perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan kedalam rongga pleura.
3.
Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan
terjadinya transudasi cairan yang berlebihan.
4.
Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membran kapiler
dan memungkinkan pengaliran protein plasma cairan kedalam rongga secara cepat.
Infeksi pada tuberkulosis paru disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran pernafasan
menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini,
akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (loimfangitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permeabilitas membran. permeabilitas membran akan meningkat dan
ahirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan
terjadionya efulsi pleura akibat dari tuborkolosis paru melalui fokus subflura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga diakibatkan
dari robeknya perkijuan kearah salaruan getah bening yang menuju rongga pleura,
iga, atau kolumna vertebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat
tuberkolosis paru adalah eksudat yang berisi protein dan terdapat pada cairan
pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya
seruosa, namun kadang-kadang bisa juga hemarogi (Muttaqin Arif, 2008)
2.5 Manifestasi klinis
-
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit
karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
-
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus),
subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
-
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat
terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
-
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk
akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan
kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk
garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
-
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada
perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga
Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi
lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
-
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi
pleura.
2.6 Diagnosa
1.
Anamnesis: adanya keluhan nyeri dada dan dispnea.
2.
Pemeriksaan fisik: pada daerah efusi, fremitus tidak ada, perkusi
redup, suara nafas berkurang.
3.
Pemeriksaan laboraturium: analisis cairan efusi yang di ambil
lewat torakosentesis. Kriteria transudat dan eksudat dapat dilihat dari tabel
dibawah ini:
4.
Pemeriksaan radiologi
Dalam foto toraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan
terlihat permukaan permukaan yang melengkung jika jumlah cairan efusi lebih
dari 300 ml, pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2.7 Pemeriksaan fisik
Infeksi dan
fibrosa paru
Tabel perbedaan
transudat dan eksudat
|
Transudat
|
Eksudat
|
Kadar protein dalam efusi (g/dl)
Kadar protein dalam efusi
|
< 3
< 0,5
|
> 3
> 0,5
|
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (IU)
Kadar LDH dalam efusi
|
< 200
< 0,6
|
>200
>0,6
|
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi
Hasil tes rivalta
|
< 1,016
Negatif
|
>1,016
Positif
|
Sinar x
dada: menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleural dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
GDA:
variabel tergantung derajat fungsi paru yang di pengaruhi gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCo2 kadang – kadang meningkat, PaO2
mungkin normal ataupun menurun.
Torasentesis
: menyatakan darah atau cairan serosanguinosa (hemotorax).
Hb :
menurun, menunjukkan kehilangan darah.
Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit),
iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian
batuk yang produksi dengan sputum purulen.
Palpasi
Pendorongan mediastinum ke arah
hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis.
Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairanya >300
cc. Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Perkusi
Suara perkusi redup hingga pekak
tergantung dari jumlah cairannya.
Auskultasi
Suara napas menurun sampai
menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin keatas
semakin tipis.
2.8 Penatalaksanaan medis
Pengelolaan efusi pleura ditujukan
untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan (thorakosentesis) indikasi
untuk melalukan thorakosentesis adalah:
a.
Menghilangkan sesak nafas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
b.
Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau
gagal.
c.
Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura tidak boleh
lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan
dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan
batuk dan sesak.
Kerugian thorakosentesis adalah:
a.
Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
b.
Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c.
Dapat terjadi pneumothoraks.
2.9 Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Efusi Pleura
Diagnosa keperawatan
1.
Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan denagn
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
2.
Ketidakefektifan bersihnya jalan nafas yang berhubungan dengan
sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
trakheal/faringel.
3.
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.
4.
Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan
akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.
5.
Gangguan ADL (activity daily living) yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder akibat adanya sesak nafas.
6.
Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bertnafas).
7.
Gangguan pola tidur dan istirahat yang berhubungan dengan batuk
yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan.
8.
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
Rencana Intervensi
Ketidakefektifan pola pernafasan yang
berhubungan dengan menurunya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan
cairan dalam rongga pleura.
|
||||||||||||||||||
Tujuan:
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan
intervensi klien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
|
||||||||||||||||||
Kriteria evaluasi:
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan
berada dalam batas normal, pada pemeriksaan rontgen thoraks tidak ditemukan
adanya akumulasi cairan, dan bunyi nafas terdengar jelas.
|
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, klemahan, upaya batuk buruk,
dan edema trakeal/faringeal.
|
||||||||||||||||||||
Tujuan:
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan
intervensi, bersihan jalan nafas kembali efektif.
|
||||||||||||||||||||
Kriteria evaluasi:
-
Klien mampu melakukan batuk efektif
-
Pernafasan klien normal (16-20 x /menit) tanpa ada penggunaan
otot bantu nafas. Bunyi nafas normal, Rh -/- dan pergerakan pernafasan
normal.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Mansjoer Arif.1999.KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN.Media
Aesculapius:Jakarta
Suyono Slamet.2001.BUKU AJAR ILMU
PENYAKIT DALAM.Balai Penerbit FKUI:Jakarta
Guyton and Hall.2007.FISIOLOGI
KEDOKTERAN Edisi 11.Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta
http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/12/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-efusi-pleura/ Diperoleh pada Tanggal 04 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar